CINTA DALAM HATI

Symbol atau gambar hati yang sering dikaitkan dengan cinta dan kasih-sayang, mungkin pernah diantara kita bertanya-tanya:
“Mengapa hati selalu identik dengan cinta atau kasih sayang .?”
Penjelasan yang paling sederhana adalah:
“Karena kita selalu merasakan hati ini berdebar-debar jikalau bertemu dengan orang yang kita cintai.”
Tetapi rasa di hati itu ternyata tidak saja berkaitan dengan cinta atau kasih sayang semata. Ketika merasakan sedih atau pun kecewa, orang sering mengatakan:
“Sakit hati ini, seperti disayat-sayat sembilu.”
Demikian pula jika sedang gembira, tangan kita secara reflex kita letakkan di dada (hati).
Singkat kata, hati memang selalu diidentikan dengan perasaan kita sebagai manusia, sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, cinta seorang hamba kepada Alloh swt:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka.
Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka karenanya.
Dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”
(QS. Al-Anfal : 2).

CINTA SAMPAI MATI

Hukum manusia mengatakan :
“Baik atau kebaikan itu relatif tergantung sudut pandang manusia atau kesepakatan antar manusia.”
Hukum agama mengatakan :
“Benar atau kebenaran itu datangnya dari Alloh dan Rosul-Nya, dari sudut pandang syari’at.”

Sikap dan perbuatan manusia yang salah dan buruk `sayyiah` adalah segala sikap dan perbuatan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Sikap dan perbuatan manusia yang benar dan baik (hasanah) adalah segala sikap dan perbuatan yang seusai atau tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Sebagai hamba Alloh maka seluruh sikap dan perbuatan kita adalah untuk beribadah kepada-Nya karena memang kita diciptakan hanya bekerja untuk itu.

Alloh swt berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyaat [51]: 56).
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu.” (QS. Al-Hijr [15] : 99).

Dalam beberapa ayat-ayat al-Qur’an dapat kita temukan dua macam ibadah, yang pertama ibadah wajib berupa keta’atan, kedua, ibadah tidak wajib berupa amal sholeh.

Contoh ibadah tidak wajib, orang beriman `mukmin` yang mengerjakan amal sholeh amal kebaikan.
وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
“…dan barangsiapa mengerjakan amal yang sholeh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk sorga, mereka diberi rizki di dalamnya tanpa hisab.“ (QS Al Mu’min [40]:40).

Dikatakan orang beriman `mukmin` jika mengerjakan amal wajib yaitu keta’atan.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“…dan ta’at lah kepada Alloh dan Rosul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman (mukmin).” (QS. Al-Anfaal [8]:1)

Amal keta’atan adalah ibadah yang telah diwajibkan-Nya, wajib dijalankan dan wajib dijauhi meliputi menjalankan kewajiban jika ditinggalkan berdosa, menjauhi larangan dan pengharaman jika dilanggar / dikerjakan berdosa

Rosululloh saw bersabda:
“Sesungguhnya Alloh telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia,
dan Alloh telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu langgar dia,
dan Alloh telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia,
dan Alloh telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (HR. Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).

Fungsi amal `ketaatan` adalah mendekatkan dari Sorga dan menjauhkan dari Neraka.

Rosululloh saw bersabda:
“Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari sorga (perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa)
dan menjauhkanmu dari neraka (perkara larangan dan perkara pengharaman dikerjakan berdosa)
melainkan semua telah dijelaskan bagimu.” (HR. Thobroni).

Fungsi amal `kebaikan` adalah untuk mendekatkan diri kepada Alloh swt untuk meraih cintaNya atau ridhoNya

Dalam sebuah hadits Qudsi, Alloh Azza wa Jalla berfirman:
“Hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (amal ketaatan), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia.” (HR. Bukhori).

Kesimpulannya amal ketaatan suatu keharusan atau syarat sebagai hamba Alloh  atau disebut perkara syari’at untuk mendekatkan kepada sorga dan menjauhkan dari Neraka sedangkan amal kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Alloh swt untuk meraih cinta-Nya atau ridho-Nya.

MUSLIM YANG TERBAIK

Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalankan amal kebaikan adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.

Alloh swt berfirman:

تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ
هُدًى وَرَحْمَةً لِلْمُحْسِنِينَ
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rohmat bagi muhsinin (orang-orang yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-orang yang mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Lukman [31]:2-5).

Muslim yang meraih maqom disisi-Nya adalah orang-orang yang telah dikaruniai ni’mat oleh Alloh swt dan mereka sebenar-benarnya berada di jalan yang liurus. Mereka berkumpul dengan 4 golongan manusia yang meraih maqom disisi-Nya yakni para Nabi, Shiddiqin, Syuhada’ dan muslim yang Sholeh.

Alloh swt berfirman:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus ,  (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS. Al-Fatihah [1]:6-7).

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang menta’ati Alloh dan Rosul-Nya-, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Alloh, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 69).

Muslim yang terbaik selain/bukan Nabi dan dapat meraih maqom disisi-Nya sehingga menjadi kekasih Alloh (wali Alloh) dengan mencapai derajat tinggi dan mulia, bermacam-macam tingkatan kewalian seseorang tergantung seberapa maksimal ia menfungsikan potensinya.

Rosululloh saw bersabda:
“sesungguhnya ada di antara hamba Alloh (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Alloh.“
Seorang shahabat bertanya:
“Siapa gerangan mereka itu wahai Rosululloh .? Semoga kita dapat mencintai mereka.”
Nabi saw menjawab dengan sabdanya:
“Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Alloh bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita.” (HR. Nasa’i dan Ibnu Hibban).

Hadits senada, dari ‘Umar bin Khotthob ra bahwa Rosululloh saw bersabda:
“Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada’ tetapi pada hari kiamat Alloh ‘Azza wa Jalla menempatkan maqom mereka itu diantara para Nabi dan syuhada’.”
Seorang laki-laki bertanya :
“siapa mereka itu dan apa amalan mereka, mudah-mudahan kami menyukainya.“
Nabi saw bersabda:
“Yaitu kaum yang saling menyayangi karena Alloh ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Alloh sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia.”
kemudian beliau saw membaca ayat :
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
”Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Alloh itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus [10]:62 )

Wali Alloh adalah mereka yang meminta pasti Alloh Azza wa Jalla akan mengabulkannya.

Dalam sebuah hadits qudsi Alloh swt berfirman:
“jika Aku sudah mencintainya, maka Aku lah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta kepada-Ku, pasti Aku beri, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Aku lindungi.
Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (HR. Bukhori).

Tinggalkan Komentar Anda